
Djavanews.com || KABUPATEN BEKASI – Surat edaran resmi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tentang larangan aktivitas penjualan seragam dan buku pelajaran di SMA/SMK/SLB Negeri ternyata belum sepenuhnya dipatuhi pihak sekolah. Di lapangan, sekolah memang tidak lagi menjual seragam lengkap, namun tetap membuka celah dengan menyediakan atribut tertentu dan mengarahkan siswa membeli di toko-toko tertentu.
Dari informasi yang dihimpun, sekolah tidak menyediakan baju dan celana seragam. Namun, siswa diwajibkan membeli paket atribut berisi bet, topi, dasi,gesper dan lainnya. “Untuk bet beli di ruang TU ya/koperasi,” begitu bunyi arahan yang beredar.
Tak berhenti di situ, siswa juga diarahkan membeli seragam utama di sebuah toko di daerah Pilar,Cikarang Utara,Kabupaten Bekasi, depan Klinik Ria.
Meski disebut “tidak wajib”, pihak sekolah menekankan agar siswa membeli di sana supaya penampilan lebih rapi dan seragam.
“Untuk harga seragam dan almet, tanyakan langsung ke penjual,” demikian instruksi yang diberikan pihak sekolah.
Kondisi ini jelas menimbulkan tanda tanya besar. Apakah sekolah benar-benar mematuhi aturan, atau sekadar mengganti pola lama dengan cara lebih halus? Praktik “penggiringan” siswa ke toko tertentu justru menimbulkan dugaan adanya kerja sama bisnis antara sekolah dan pihak luar.
Sejumlah orang tua siswa menilai kebijakan ini tetap membebani. “Katanya dilarang jual seragam, tapi nyatanya tetap diarahkan beli di tempat yang sudah ditentukan. Sama saja, hanya beda caranya,” ujar salah seorang wali murid yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Jawa Barat diminta tegas menindak sekolah-sekolah yang masih bermain di area abu-abu. Jika tidak, larangan resmi hanya akan menjadi formalitas tanpa makna, sementara praktik jual beli seragam tetap berjalan dengan wajah baru.
Padahal,Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menegaskan larangan pungutan dalam bentuk apa pun di seluruh SMA, SMK, dan SLB Negeri. Kebijakan ini ditegaskan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang transparan, akuntabel, efektif, efisien, serta tidak membebani orang tua maupun wali peserta didik.
Dalam edaran resminya, Disdik Jabar meminta seluruh kepala sekolah untuk memedomani sejumlah ketentuan. Pertama, satuan pendidikan dilarang melakukan pungutan langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik. Namun, sekolah tetap dapat mengoptimalkan peran Komite Sekolah untuk menghimpun sumbangan yang bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tidak memaksa sesuai peraturan yang berlaku.

Kedua, sekolah diminta mematuhi pengelolaan biaya pendidikan yang bersumber dari APBN maupun APBD. Ketiga, sekolah dilarang memperjualbelikan seragam sekolah, buku pelajaran, maupun Lembar Kerja Siswa (LKS), baik melalui pendidik, tenaga kependidikan, maupun koperasi sekolah.
Selain itu, pihak sekolah juga dilarang mengarahkan orang tua/wali peserta didik untuk membeli seragam dan buku pada penyedia tertentu. Pengadaan kebutuhan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua dengan catatan tidak boleh memberatkan mereka.
Lebih lanjut, Dinas Pendidikan Jabar menginstruksikan agar dilakukan pembinaan serta pengawasan berkala terkait pengelolaan biaya pendidikan. Setiap laporan atau pengaduan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan penyelenggaraan pendidikan di Jawa Barat dapat berlangsung lebih transparan, bebas dari praktik pungutan liar, serta tidak membebani orang tua maupun peserta didik.(Ang)